Kamis, 16 Juli 2009

Ironi Bangsa Merdeka

Memasuki usianya yang ke-63, Indonesia—bila disetarakan dengan usia manusia—idealnya sudah memasuki fase atau tahap ‘menuai hasil’. Maksudnya adalah saat ini bangsa Indonesia sebagai sebuah bangsa yang besar seharusnya sudah menikmati proses pembangunan yang telah dicanangkan sejak REPELITA [Rencana Pembangunan Lima Tahun] Pertama pada tahun 1969. Sehingga, idealnya rakyat Indonesia di usianya yang sekarang sedang menikmati hasil-hasil pembangunan yang telah dilakukan. Sumber Daya Alam yang melimpah ruah menjadi salah satu modal utama bagi pencapaian kesejahteraan bangsa, di samping potensi berupa tenaga manusia (SDM) yang sangat besar.

Ironisnya, di usia yang cukup mapan bagi seorang manusia, Indonesia masih menghadapi berbagai macam persoalan yang menghambat tercapainya kesejahteraan rakyatnya. Satu dari sekian banyak masalah utama tersebut adalah makin ‘membudayanya’ praktik korupsi dan suap di negeri yang terkenal ramah ini, seperti yang ditunjukkan oleh hasil survey Lembaga Transparency International yang menempatkan Indonesia di peringkat 143 dari 180 negara di dunia dalam Indeks Persepsi Korupsi pada tahun 2007.

Bukanlah sesuatu yang menjadi aib lagi bagi seseorang untuk melakukan tindakan korupsi terhadap hak-hak rakyat dan masyarakat. Bahkan saat ini muncul istilah yang cukup memalukan dan memerahkan telinga bagi orang yang masih ‘lurus pikirannya’, yakni praktik korupsi berjamaah. Ya, korupsi tidak lagi dilakukan oleh orang per orang, tapi sudah melingkupi kelompok-kelompok, sehingga kerugian yang dihasilkan pun semakin besar.

Sebagaimana telah diketahui bersama, belakangan ini ramai diberitakan tentang korupsi dan praktik suap terhadap oknum kejaksaan dan anggota dewan kita. Hal tersebut sungguh mencoreng kredibilitas pihak kejaksaan sebagai salah satu penegak hukum di negeri ini dan anggota DPR yang ‘sebenarnya’ telah menjadi pilihan rakyat secara langsung, untuk memperjuangkan berbagai macam kepentingan rakyat yang diwakilinya.

Semua tindakan tersebut sangat menghambat proses pembangunan bangsa. Potensi alam dan SDM yang dimiliki Indonesia menjadi seperti tidak memiliki arti karena terus diselewengkan oleh para pemilik kekuasaan di negeri ini. Dampaknya adalah tidak tercapainya tujuan awal dari proses pembangunan yang telah ditetapkan. Rakyat untuk kesekian kalinya kembali dirugikan dan menjadi korban.

Dengan semangat kemerdekaan, kita harus bangkit dari segala keterpurukan yang telah menerpa. Mental-mental manusia Indonesia harus segera dibebaskan dari segala pikiran busuk dan niat kotor yang nantinya akan menyengsarakan bangsa kita sendiri. Dan, kita harus percaya dan terus mengobarkan semangat serta keyakinan dalam diri setiap insan Indonesia bahwa harapan untuk menjadi bangsa yang besar dan bermartabat itu masih dan tetap ada. Semoga...!!!

0 komentar:

Posting Komentar