Minggu, 19 Desember 2010

Kesengsem ‘Si Hitam’ Komplit Nan Tangguh, W810i


Sony Ericsson W810i
Postingan ini bercerita tentang ponsel kesayangan saya yang sudah hampir 3 tahun setia menemani saya dalam berkomunikasi hingga saat ini, Sony Ericsson W810i. Meski sudah dirilis di awal tahun 2006, tapi ponsel tersebut (yang termasuk salah satu nenek moyang Walkman Phone dari Sony Ericsson ) baru berada di genggaman saya sejak 9 Maret 2008.

Pertimbangannya adalah selain harganya yang sudah terjangkau (kantong saya) dibanding harga saat launching, saat itu saya memang sedang ngebet untuk punya ponsel baru. Dan, ada perjuangan panjang yang mewarnai hadirnya ‘si hitam’ (sebutan saya untuk W810i sesuai dengan warna kepunyaan saya) dalam hidup saya. *lebay.com*

Awal ketertarikan saya pada ponsel dengan genre walkman ini adalah saat melihat-lihat daftar harga handphone di sebuah tabloid ponsel karena ada niat untuk memiliki ponsel baru di awal 2008. Setelah membandingkan fitur-fitur yang ada (pastinya harga juga), saya terpikat pada ponsel Sony Ericsson yang berkode W810i. manthab

Sebenarnya tipe ini bukan satu-satunya opsi saat itu. Tipe lain yang memikat saya adalah SE W610i dan SE K750i, karena ketiganya memiliki fitur yang berimbang dan harga yang relatif sama. Tapi, setelah menimbang-nimbang fitur dan harga, akhirnya saya putuskan untuk membeli SE W810i salah satunya karena fitur Walkman dan bentuknya yang elegan.

Gayung pun bersambut. Ibu saya memberi respon positif dengan memberi subsidi berupa dana segar untuk membeli ponsel baru (alhamdulillah ). Tanpa berlama-lama, saat sedang liburan di Jakarta, saya segera hunting SE W810i ke pusat ponsel di Roxy Mas. Sekadar info, rumah saya memang berada di Jakarta, tapi kuliah di Surabaya.

Tapi sayang, karena ‘si hitam’ sudah beredar di pasaran 2 tahun lebih, sulit sekali untuk menemukan toko yang masih menjual ponsel idaman saya ini dalam kondisi baru alias BNIB (brand new in box). Dari toko ke toko yang saya dapatkan hanya jawaban, “Sudah discontinue, Mas!”, “Kosong, Mas!” atau “Cuma ada yang sekon” yang intinya mengatakan kalau ponsel yang saya cari tidak ada yang dalam kondisi baru.  

Akhirnya, agar tidak pulang dengan tangan hampa, saya sempatkan untuk mampir ke toko yang khusus menjual aksesoris ponsel dan membeli satu screen guard untuk ‘si hitam’, padahal ponselnya sendiri belum saya temukan hari itu (antara nekat dan PD sih.. he..he..). Hal itu saya lakukan karena masih optimis bisa menemukan W810i yang masih gres di tempat lain. Saya berpikir ‘perjuangan’ belum usai. doa

Esok harinya, saya mulai browsing di internet untuk mencari info toko-toko ponsel online yang sekiranya masih menjual ‘si hitam’. Selain itu, saya juga menelepon toko-toko handphone yang menjadi distributor resmi dari ponsel Sony Ericsson di berbagai lokasi, bahkan saya juga mencari hingga ke daerah Depok, tapi hasilnya tetap nihil. Ponsel SE W810i yang baru tidak saya temukan, hanya bersisa yang sekon saja. Akhirnya, saya urungkan niat untuk memiliki ponsel ini.  

Tapi, selang beberapa hari saat liburan berakhir dan saya kembali ke Surabaya, tak disangka ketika iseng berkunjung ke salah satu pusat ponsel di sana (World Trade Center), saya menemukan W810i tercantum dalam daftar harga ponsel yang dijual di salah satu konter resmi Sony Ericsson. Saya katakan hanya iseng, karena berpikir kalau di Jakarta saja sudah tidak ada (yang baru), kemungkinan besar di daerah lain pun sudah tak tersedia.

kardus SE W810i
Segera saja saya tanyakan ke petugas yang berjaga di situ. Dan, ternyata ponsel yang sudah saya cari-cari itu memang tersedia dalam kondisi limited edition dan hanya ada yang warna hitam. Mendengar itu, jelas saya senang sekali, karena selain ponsel incaran saya tersebut masih ada yang baru, juga warna yang tersedia adalah warna hitam, pilihan warna yang lebih saya suka dibanding varian warna lainnya yang berwarna putih. Kemudian tanpa pikir panjang (saking ngebetnya), akhirnya ponsel idaman, W810i, berpindah tangan ke genggaman saya.. Horee.. Alhamdulillah..  

Begitu sampai di rumah (kontrakan di Surabaya), saya segera ‘melahap’ buku petunjuknya agar bisa mengoptimalisasi fitur-fitur kerennya. Fitur-fitur di ponsel ini benar-benar memuaskan dan komplit. Mulai dari kamera 2 megapikselnya yang disertai autofokus + lampu LED, suaranya yang nyaring, dentuman megabass dari handsfree-nya yang mantap, bluetooth, inframerah, radio FM, menu khusus Walkman, slot memory stick Pro Duo, dll. Apalagi ada bonus memory card berkapasitas 512 MB.  

Kalo saya tidak salah, ponsel ini pernah dinobatkan oleh salah satu media sebagai ponsel Value for Money karena harganya yang sebanding dengan fitur-fiturnya yang lengkap dan performa prima atau dengan kata lain gak akan rugi memiliki ponsel ini.  

foto pertama di konter SE
Selama sekitar dua tahun setengah, ponsel ini sudah menjadi saksi beragam hal yang terjadi dalam kehidupan saya. Ada banyak momen yang saya abadikan menggunakan kamera di ponsel ini. Saya juga mendapat hiburan yang lengkap dari fitur Walkman, radio FM atau games dan aplikasinya yang dapat ditambah kapan saja.

Ditambah lagi ponsel ini cukup tangguh meskipun beberapa kali pernah ‘terlepas’ dari pegangan saya (baca: jatuh) namun kinerjanya tetap baik. Malah ada ‘tanda goresan’ di bagian bawahnya akibat saya pernah terjatuh saat membonceng sepeda motor sambil memegang ‘si hitam’ (jangan ditiru ya.. ). Bahkan, saat terjadi booming situs jejaring sosial macam facebook atau twitter pun, ponsel ini tetap dapat diandalkan meski hanya ‘bermodal’ sinyal EDGE.

Mungkin benar kata pepatah bahwa cinta pertama gak pernah mati. Sejak kepincut tampilannya, hingga sekarang ‘si hitam’ menjadi sahabat terdekat yang selalu menemani dan mewarnai keseharian saya. I love you so much, SE W810i. Semoga kamu tetap setia menemaniku menjalani hari.  

Setidaknya untuk saat ini bisa saya katakan, mengutip lagu dari Kahitna, 
love_cewekHanyalah dirimu 
Mampu membuatku jatuh dan mencinta 
Kau bukan hanya sekedar indah 
Kau tak akan terganti..

Selasa, 13 April 2010

HIMAFORSTA Kader Informasi Berkualitas, Benarkah?

HIMAFORSTA untuk pertama kalinya mengadakan lomba tentang SEO (Search Engine Optimizations) dengan tema dan kata kunci HIMAFORSTA Kader Informasi Berkualitas. Lomba ini berlangsung selama satu bulan, terhitung sejak tanggal 10 April – 10 Mei 2010 pukul 00:00 WIB.

Beralih pada tema dan kata kunci lomba yang telah ditetapkan panitia, yakni HIMAFORSTA Kader Informasi Berkualitas, muncul pertanyaan pada diri saya. Apakah tema tadi (HIMAFORSTA Kader Informasi Berkualitas) merupakan pilihan yang tepat dan sudah sesuai dengan tata bahasa Indonesia yang baik dan benar?

Karena sepanjang yang saya tahu (CMIIW), kata ‘kader’ selalu merujuk pada orang. Sedangkan kata ‘kader’ pada tema “HIMAFORSTA Kader Informasi Berkualitas” merujuk pada sebuah lembaga atau organisasi yang dalam hal ini diwakili oleh HIMAFORSTA (Himpunan Mahasiswa Informasi dan Perpustakaan).

Menurut kateglo, kata ‘kader’ merupakan kata benda yang berarti:
1. perwira atau bintara dalam ketentaraan;
2. orang yang diharapkan akan memegang peran yang penting dalam pemerintahan, partai, dsb.
Berdasarkan definisi di atas, jelas disebutkan bahwa kata ‘kader’ berkaitan dengan orang, sehingga menurut saya tema “HIMAFORSTA Kader Informasi Berkualitas Kader Informasi Berkualitas” sedikit keliru dalam tata bahasanya.

Lalu, kira-kira apa kalimat yang lebih tepat? Saya merasa tema “HIMAFORSTA Kader Informasi Berkualitas” perlu disisipkan satu kata setelah kata "HIMAFORSTA", yaitu ‘pencetak’, sehingga akan menjadi HIMAFORSTA Pencetak Kader Informasi Berkualitas. Atau mungkin ada pendapat lainnya?

Bagaimanapun, saya salut kepada teman-teman yang telah membuat ide lomba ini dalam rangka memperluas publikasi jurusan kita di dunia maya. Semoga ke depannya jurusan kita bisa mendapat penghargaan yang lebih, khususnya dari orang-orang yang berkecimpung di dalamnya a.k.a kita sendiri sebagai mahasiswa Ilmu Informasi dan Perpustakaan.

Begitu pula dengan HIMAFORSTA, semoga makin kreatif dan inovatif dalam membuat acara-acara lainnya di masa depan dan bisa menjadi wadah pemberi bekal yang cukup pada mahasiswa IIP agar harapan menjadi (Pencetak) Kader Informasi Berkualitas bisa terwujud.

Mungkin itu saja koreksi dari saya. Mohon maaf jika pembahasan artikel ini melenceng dari ketetapan panitia. Dan akhirnya saya juga minta maaf jika ada kesalahan, karena kita semua masih dalam tahap belajar... ^_^

Kamis, 25 Maret 2010

Makan Coklat Bantu Ringankan Rasa Sakit

LONDON - Coklat selain dikenal karena rasanya yang lezat juga sering disebut-sebut memiliki khasiat bagi kesehatan tubuh dan dapat membantu seseorang menjadi rileks.

Hasil studi terbaru mengenai coklat yang diterbitkan melalui Journal of Neuroscience menyebutkan, mengonsumsi coklat dapat membantu mengurangi rasa sakit.

Para peneliti dari University of Chicago mengadakan uji coba pada seekor tikus dan mereka percaya, efek yang sama dapat terjadi pada manusia.

"Ini merupakan efek yang sangat kuat, namun ini bukan soal rasa lapar atau selera makan," kata profesor ahli neurobiology Peggy Mason seperti dikutip dari Telegraph, Rabu (14/10/2009).

"Ibaratnya, jika tersedia begitu banyak makanan lezat di depan mata, kemungkinan besar Anda tidak akan berhenti untuk melahapnya, apapun alasannya," katanya.

Dalam eksperimen yang dilakukan Mason dan timnya, mereka memberikan coklat chip pada tikus-tikus tersebut. Sementara itu, bagian bawah kandang mereka dilengkapi dengan sebuah bola lampu.

Dalam keadaaan normal, suhu panas dari cahaya bola lampu akan menyebabkan tikus menggerak-gerakkan cakarnya menahan rasa sakit akibat panas.

Namun saat hewan pengerat itu memakan coklat, respon mereka terhadap rasa sakit yang diakibatkan dari suhu panas terlihat berkurang.

Mereka nampak tenang dan tidak lagi gelisah menggerak-gerakkan cakar mereka seperti pada saat mereka belum diberi coklat. Mereka justru malah asyik menghabiskan coklat yang ada.

Mason kemudian menemukan bahwa memakan coklat rupanya menstimulasi sistem pada otak yang mengontrol respons alam bawah sadar, termasuk menolerir rasa sakit.

Sumber: Makan Coklat Bantu Ringankan Rasa Sakit

Rabu, 17 Maret 2010

Perlunya Menjaga Fatsun Berdemonstrasi

Sidang Paripurna DPR pada Rabu (3/3) lalu yang membahas tentang kesimpulan akhir terkait kasus bailout Bank Century, mengundang aksi unjuk rasa dari kalangan mahasiswa dan elemen masyarakat lainnya di depan gedung MPR/DPR/DPD. Mereka menuntut agar masalah tersebut diselesaikan secara transparan dan tidak terjebak politik transaksional akibat lobi-lobi yang dilakukan fraksi di DPR.

Namun, aksi yang mulanya dilakukan untuk mengawal dan memberi dukungan moral pada wakil rakyat dalam sidang tersebut justru berkembang menjadi rusuh. Bentrok antara peserta aksi dengan petugas keamanan tidak terhindarkan. Akibatnya, jatuh korban luka dari kedua belah pihak karena kerusuhan yang terjadi.

Untuk menghindari makin memburuknya situasi, peserta aksi yang sebagian besar berstatus mahasiswa akhirnya dipukul mundur oleh aparat dengan menyemprotkan water canon dan menembakkan gas air mata. Mahasiswa yang tidak terima kemudian mulai melakukan perusakan terhadap pagar gerbang kompleks gedung DPR dan melempari aparat dengan batu.

Selain di Jakarta, aksi di Makassar juga berlangsung rusuh. Terjadi aksi saling serang antara mahasiswa dengan polisi terhadap ‘markas’ masing-masing. Untuk kesekian kalinya demonstrasi mahasiswa berakhir anarkis dengan kerusuhan massal.

Sebagai negara yang menganut paham demokrasi, konstitusi memang membolehkan demonstrasi dan aksi massa untuk menyalurkan aspirasi. Apalagi saat ini kinerja parlemen dinilai tidak efektif karena kekuasaan partai politik menjadi sangat dominan terhadap anggota parlemen, sehingga koreksi dan kontrol yang efektif dari masyarakat tetap diperlukan, yang terwujud dalam bentuk demonstrasi.

Tapi cara yang ditempuh dalam menyalurkan keinginan tersebut tentunya harus tetap memperhatikan etika, perilaku santun, tertib, bijak, dan bertanggung jawab. Karena bagaimanapun juga segala sesuatunya memiliki aturannya sendiri, termasuk dalam hal demonstrasi dan wajib ditaati oleh semua pihak. Dampak buruk akibat aksi mereka pun sebisa mungkin harus dapat diminimalisir.

Hal inilah yang terkadang agak terlupa oleh para mahasiswa yang berdemonstrasi. Mereka seringkali membuat jalanan macet dan memblokir jalan bahkan merusak fasilitas umum yang ada atau bentrok dengan aparat yang berjaga.

Akhirnya, aksi yang niat awalnya ingin membela kepentingan masyarakat malah berbalik menjadi aksi pengganggu aktivitas masyarakat dan kemudian muncullah antipati dari masyarakat terhadap mahasiswa yang berdemo, karena dianggap hanya mengganggu aktivitas mereka sehari-hari dan merugikan para pengguna jalan.

Karenanya, mahasiswa harus senantiasa menjaga niat baik dan sikapnya dalam setiap aksi yang mereka lakukan dengan tetap memperhatikan etika (fatsun) selama berdemonstrasi. Harus diingat pula bahwa aksi yang mereka lakukan adalah untuk kepentingan masyarakat, sehingga cara yang ditempuh pun harus dengan cara yang tepat agar masyarakat benar-benar merasa terwakili aspirasinya. Bukankah untuk mencapai sesuatu yang baik harus dilakukan dengan cara yang baik pula?

Rabu, 24 Februari 2010

Koalisi atau Kolusi?

Kinerja Pansus DPR tentang Hak Angket Bank Century segera memasuki babak akhir. Pandangan awal fraksi-fraksi di DPR pun telah disampaikan. Hasilnya dapat dilihat bahwa dari sembilan fraksi yang ada, hanya Partai Demokrat (PD) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang menilai bahwa pemberian bailout sudah sesuai dengan prosedur dan tidak menunjukkan indikasi pelanggaran. Sedangkan sisanya menganggap terdapat indikasi pidana korupsi dalam proses pemberian Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek (FPJP), Penyertaan Modal Sementara (PMS), dan pengucuran bailout ke Bank Century.

Berangkat dari hal tersebut, muncul wacana dari Partai Demokrat sebagai partai pendukung utama Presiden SBY untuk melakukan evaluasi terhadap mitra koalisi pemerintah yang mengambil sikap berseberangan dalam Pansus Bank Century ini, yakni Partai Golkar (PG), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Selain itu, isu untuk melakukan reshuffle terhadap anggota kabinet yang berasal dari partai koalisi, khususnya PG dan PKS —seperti yang dilontarkan oleh Sekjen DPP PD Amir Syamsuddin—juga semakin berhembus kencang.

Hal yang menjadi ganjil, mengapa isu tentang reshuffle bisa sampai muncul ke permukaan dan dikaitkan dengan kinerja anggota partai koalisi yang duduk dalam Pansus Century? Karena seharusnya isu reshuffle muncul jika memang menteri-menteri yang bersangkutan telah terbukti tidak melaksanakan tugasnya dengan baik (baca: gagal). Tetapi yang terjadi tidak demikian.

Kesan yang timbul kemudian adalah Partai Demokrat merasa ‘dikhianati’ oleh mitra koalisinya karena terus-menerus bersikap vokal dengan menyudutkan posisi Boediono dan Sri Mulyani yang dianggap paling bertanggung jawab atas kucuran dana Rp 6,7 triliun ke Bank Century. Ditambah lagi, tuntutan agar SBY ikut bertanggung jawab semakin membuat ‘gerah’ jajaran PD. Dan, hal tersebut memunculkan wacana untuk ‘memecat’ menteri-menteri yang berasal dari partai yang berkoalisi dengan pemerintahan SBY-Boediono sebagai salah satu bentuk ‘ancaman’ agar sikap anggota pansus ‘melunak’.

Akhirnya, muncul pula pendapat bahwa di antara partai-partai koalisi melakukan aksi gertak untuk menaikkan posisi tawarnya (bargaining position) terhadap pemerintah. Begitu pula yang dilakukan oleh PD terhadap mitra koalisinya, dengan ‘mengancam’ akan menarik jabatan menteri yang sudah dipegang oleh anggota koalisi.

Lalu, sebenarnya apakah maksud dari koalisi yang telah dibangun di antara PD sebagai pimpinan koalisi dengan mitra koalisinya (PG, PKS, PAN, dan PPP)? Jika koalisi yang dimaksud adalah selalu memiliki suara bulat terhadap apapun yang dilakukan anggota koalisi, bahkan saat langkah yang diambil keliru atau salah, maka sungguh sangat miris. Karena koalisi dibangun bukan untuk menghimpun kekuatan dalam rangka menegakkan keadilan di bumi pertiwi, tapi justru untuk saling mendukung dalam hal yang buruk pula.

Sebagai masyarakat, kita hanya bisa berharap agar pemerintahan dapat berjalan lancar dengan tetap mengedepankan rasa keadilan dan kebenaran dalam setiap tindakan yang akan diambil. Bukannya berkoalisi untuk berkolusi, yakni hanya mencari keuntungan untuk partai dan kelompoknya dengan mencari kawan untuk menipu rakyat serta menutupi kebusukan yang telah mereka perbuat secara berjama’ah.

Link: Koalisi atau Kolusi?