Rabu, 19 Agustus 2009

Cadar dan Dakwah

Hari ini, ada dua kekonyolan terjadi di Tanah Air. Pertama, adanya 'perintah' bagi polisi untuk memeriksa wanita bercadar terkait gembong teroris yang sedang diburu, Noordin M Top. Kedua, masih terkait perburuan Noordin, polisi menciduk kelompok pendakwah di Masjid Nurul Huda, Desa Sida Kangen, Kec Kalimanah, Purbalingga. Sebagai bagian dari upaya pemberantasan gerakan terorisme di Indonesia, polisi pun melakukan segala cara untuk mengejar sang gembong.

Untuk yang pertama, kecurigaan terhadap para pemakai cadar berawal dari seringnya tersangka Ibrohim--florist Hotel Marriott yang tewas di Temanggung--menerima tamu orang-orang bercadar di rumahnya. Sejumlah laporan menyebutkan bahwa Noordin sering kali mengenakan cadar, terutama pada siang hari.

Karena latar belakang itu, ada alasan bagi polisi untuk memeriksa orang-orang bercadar. Kapolres Bekasi, misalnya, telah menyiapkan polisi wanita (polwan) untuk memeriksa orang-orang bercadar yang ada di wilayah itu. Memang, polisi berdalih hanya orang-orang bercadar yang dicurigai yang akan diperiksa.

Wakadiv Humas Mabes Polri, Brigjen Pol Sulistyo Ishak, membantah ada instruksi pemeriksaan orang-orang bercadar. Ia hanya mengatakan jika ada yang dicurigai terkait dengan aktivitas terorisme, baru diperiksa. Terhadap sesuatu yang mencurigakan, polisi langsung memeriksa, seperti yang terjadi pada rombongan Jamaah Tabligh di Purbalingga. Kelompok yang memang aktivitasnya berdakwah dari satu masjid ke masjid lain, ikut tersisir operasi pemberantasan teroris. Persoalannya, curiga seperti apa? Apa mungkin kelompok teroris bekerja secara terbuka dan berdialog dengan banyak orang di tempat umum?

Inilah yang kita sebut sebagai sebuah kekonyolan. Polisi, secara tidak langsung, telah membuat stigmatisasi terhadap orang-orang bercadar, brewok, dan kelompok orang yang berdakwah. Mereka seolah-olah bagian dari gerakan terorisme yang dikomandani Noordin M Top.

Jika upaya-upaya itu terus dilakukan, polisi tidak hanya melanggar hak asasi manusia (HAM), tetapi juga menodai sila pertama Pancasila: Ketuhanan Yang Maha Esa. Kaum beragama menjadi tidak tenang melakukan kegiatan dakwahnya. Polisi juga melanggar HAM dan Konvensi Jenewa tentang hak-hak individu yang memilih mengenakan cadar menjadi tidak nyaman dan aman. Polisi harus membedakan mana kegiatan dakwah yang terbuka dan aktivitas teroris yang diam-diam.

Polisi juga harus bisa menjelaskan secara empiris dan rasional, apa kaitan orang bercadar dengan Noordin M Top. Jika hanya berdasarkan asumsi-asumsi, kekeliruan seperti penyerbuan di Temanggung yang disebut-sebut ada Noordin di dalamnya akan terus terjadi.

Jelas, kita mendukung pemberantasan terorisme yang terus menjadi hantu di negeri ini. Tetapi, kita tidak ingin pemberantasan itu menginjak-injak harga diri orang, mempermalukan orang, melanggar hak asasinya, dan mengobok-obok kegiatan dakwahnya. Kita ingin polisi bekerja secara profesional, tidak main tangkap, dan menjunjung tinggi hak-hak individu untuk mengekspresikan dirinya.

Sumber: Cadar dan Dakwah

0 komentar:

Posting Komentar