PELAYANAN kesehatan yang bermutu adalah bagian dari tujuan Indonesia Sehat (IS) 2010. Salah satunya dengan ketersediaan obat dan alat kesehatan untuk masyarakat.
Akses terhadap obat, juga merupakan hak azasi manusia. Oleh karena itu, penyediaan alat kesehatan dan obat adalah kewajiban pemerintah, institusi pelayanan kesehatan baik publik maupun swasta. Karena obat bukanlah semata komoditas perdagangan, tapi juga memiliki fungsi sosial.
Dunia farmasi juga perlu memberikan pemahaman kepada masyarakat bagaimana khasiat dan cara penggunaan obat yang benar. Ini penting, agar masyarakat juga bisa mengkonsumsi obat sesuai dosis yang benar. Saat ini, pengetahuan masyarakat tentang khasiat dan bahaya obat masih minim. Akibatnya, masih sering ditemukan penyakit warga malah lebih parah karena mereka kurang paham dalam mengkonsumsi obat yang diberikan dokter.
Peran obat dimulai dalam upaya peningkatan kesehatan, pencegahan, diagnosis, pengobatan serta pemulihan. Oleh karena itu, obat harus diusahakan agar selalu tersedia saat dibutuhkan. Sebagai produk dari industri farmasi, obat tentunya tidak lepas dari aspek ekonomi dan teknologi. Maka, diperlukan suatu inovasi produk melalui pengembangan-pengembangan based on research yang dilakukan oleh industri farmasi.
Kontribusi inilah yang bisa diberikan pada industri farmasi dalam mewujudkan Indonesia Sehat 2010. Selain itu, semua obat yang beredar harus dapat dijamin keamanan, khasiat dan mutunya agar betul-betul memberikan manfaat bagi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
Vice President Sales Divisi 1 PT APL, Nyoman Sukertha menjelaskan, pemerintah harus bisa bekerja sama dengan industri farmasi, baik asing maupun lokal. "Jika tiap industri bergerak sendiri, kita tak akan bisa jalan dan rasanya kurang pas. Pemerintah harus bekerjasama dengan asosiasi kefarmasian untuk mewujudkan Indonesia Sehat 2010," tuturnya.
Selain itu, Nyoman juga menegaskan, perlunya melihat kembali, sebenarnya kerja sama antara pemerintah dan farmasi ini harus dibawa kemana. "Kita harus bisa melihat, bagaimana sasaran yang ingin dicapai. Kita tidak bisa hanya berbicara masalah obat yang mahal, itu saja tidak cukup. Harus sinkron, dukungan apa yang bisa diberikan oleh pemerintah dan juga dukungan apa yang harus diberikan oleh industri farmasi," tegasnya.
Sebagai pelaku industri farmasi, Nyoman berharap bahwa perwujudan IS 2010 bisa tercapai dengan adanya upaya pemerintah untuk bermitra dengan berbagai industri farmasi di Indonesia. "Kita berikan yang konkrit kepada masyarakat dan juga kepada industri farmasi. Kualitas kesehatan masyarakat tetaplah yang paling penting," kata Nyoman.
Menurut Nyoman, salah satu upaya pemerintah membangun mitra dengan industri farmasi adalah dengan membuat peraturan dan kebijakan yang bisa mengakomodir seluruh kepentingan masyarakat, dalam hal ini peningkatan kesehatan masyarakat dan juga bagi industri farmasi keseluruhan. "Kepentingan health management system sendiri harus baik dan benar. Orientasinya pada kesehatan masyarakat," tandasnya.
Pembuatan obat generik untuk masyarakat tentunya perlu diapresiasi. Akhirnya, masyarakat bisa mendapatkan obat dengan harga yang terjangkau, khususnya untuk mereka yang masih miskin. "Itu patut dilaksanakan dan memang tugas pemerintah. Kualitas harus tetap dijaga, karena menyangkut jiwa manusia," kata Nyoman. Saat ini, pangsa pasar obat generik di Indonesia cukup tinggi, yakni sekitar 71 persen. Dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya, yakni Singapura, Malaysia, Filipina, Thailand, Indonesia adalah yang paling tinggi.
Ancaman Obat Palsu
WHO pernah memperkirakan, sebanyak 10 persen obat yang beredar di seluruh dunia adalah palsu. Negara-negara berkembang seperti Indonesia adalah negara yang lebih rentan terhadap dampak dari peredaran obat palsu ini. Direktur Eksekutif IPMG (International Pharmaceutical Manufacturers Group) Parulian Simanjuntak menuturkan, WHO memperkirakan jumlah penjualan obat palsu di dunia, setiap tahunnya mencapai USD35 miliar-USD40 miliar.
Jelas, obat palsu membahayakan keselamatan dan jiwa manusia. Beredarnya obat palsu semakin memunculkan rasa pesimistis pada dunia farmasi. Peredaran obat palsu di Indonesia saat ini ditengarai mencapai sekitar 20 persen dari total nilai obat yang beredar yang diperkirakan mencapai Rp28 triliun.
Belum lagi ketika masyarakat dihadapkan pada situasi bencana. Oktober lalu, mantan Menteri Kesehatan Siti Fadillah Supari meminta agar daerah yang tertimpa bencana mewaspadai adanya obat kedaluwarsa. "Saat gempa Yogyakarta ada 15 ton obat kedaluwarsa," kata Fadilah.
Dan ketika tsunami melanda tahun 2004, Aceh dilimpahi 40 ton obat kedaluwarsa, bantuan dari berbagai pihak. "Karena untuk membakarnya perlu biaya juga," imbuhnya. Barangkali begitulah masyarakat kita, selalu terjadi, sudah jatuh tertimpa tangga.
Masih banyak persoalan kesehatan yang ada di depan kita. Padahal, Indonesia Sehat 2010 sudah di ambang pintu. Rasanya, sangat berat jika harus mengatakan bahwa Indonesia akan sehat 2010, melihat kenyataan bahwa masih banyak kekurangan di sana-sini. Tapi, kita tidak boleh pesimis. Usaha tetap dijalankan, semangat mewujudkan tetap perlu digalakkan. Semua pihak harus mendukung: pemerintah, industri farmasi, dan masyarakat sendiri tentunya.
Sebagai program yang berkesinambungan, tetaplah perlu jika kita harus memiliki target pada jangka waktu tertentu. Peran serta semua pihak dapat mendukung terciptanya program-program yang efektif dan efisien untuk mewujudkan IS 2010. Ini semua diharapkan, supaya masyarakat tidak jatuh dan tertimpa tangga lagi.
Sumber: Peran Industri Farmasi dalam IS 2010
0 komentar:
Posting Komentar