Wacana tentang perlu dimunculkannya kepemimpinan alternatif semakin santer terdengar seiring dengan makin dekatnya ajang pemilihan umum (Pemilu) tahun 2009. Banyak pihak yang menginginkan tampilnya orang-orang dan wajah baru untuk menjadi pemimpin Indonesia di luar mainstream stok pemimpin lama. Namun, belum ada kesepakatan yang jelas tentang ‘asal’ dari pemimpin alternatif yang mereka butuhkan.
Setidaknya ada tiga macam opsi yang muncul tentang keinginan pihak-pihak yang menghendaki pemimpin alternatif bagi Indonesia. Pertama, pemimpin alternatif tersebut berasal dari kalangan muda—secara usia—yang dianggap lebih dapat mewakili aspirasi masyarakat yang akan dipimpinnya. Kelompok ini berasumsi bahwa pemimpin yang muda usia punya semangat yang menggelora untuk berbuat sebaik mungkin dan masih memiliki idealisme yang tinggi, sehingga tidak mudah diatur oleh kepentingan dan tekanan kelompok tertentu yang ingin mengambil keuntungan pribadi.
Kedua, kelompok yang menghendaki pemimpin yang berasal dari jalur independen alias non-partisan. Mereka menganggap orang-orang yang tidak terlibat dalam partai akan lebih mudah dalam mengambil sebuah kebijakan, tanpa terpengaruh dan terganggu oleh kepentingan partai pengusungnya. Ditambah lagi dengan citra sebagian besar partai yang semakin terpuruk karena berbagai macam pertikaian dan sengketa internal yang ujung-ujungnya hanya disebabkan oleh perebutan kekuasaan, bukan dalam rangka menyejahterakan konstituen yang diwakilinya.
Ketiga, kelompok yang ingin pemimpin masa depan berasal dari pihak yang selama ini bukan bagian dari orang-orang yang sudah pernah memerintah. Artinya, orang yang diusung sebagai pemimpin alternatif adalah benar-benar ‘orang baru’, baik dari jalur independen maupun partai, yang selama ini tidak pernah muncul atau diunggulkan dalam bursa calon pemimpin Indonesia, namun berpotensi besar. Alasan dari kelompok ini adalah agar terjadi pemerataan kesempatan bagi tiap orang untuk menjadi pemimpin negeri ini.
Melihat kepentingan yang ada di masing-masing pihak, rasanya masih sulit untuk mewujudkan harapan akan munculnya pemimpin alternatif di tahun 2009. Apalagi UU Pilpres yang telah disahkan mencantumkan syarat yang cukup besar—20% kursi DPR atau 25% suara dalam pemilu legislatif—sehingga mematikan kesempatan bagi calon independen.
Angan tersebut mungkin dapat direalisasikan jika pihak-pihak tadi bersedia untuk menanggalkan egonya masing-masing untuk duduk bersama dan kemudian memunculkan satu suara untuk mengusung salah satu opsi yang ada serta mendesak dilegalkannya calon independen dalam UU Pilpres.
Kalaupun tahun depan bukan momen yang tepat, setidaknya sejak saat ini sudah mulai dibangun tokoh-tokoh baru kaliber nasional yang diharapkan dapat menjadi pilihan alternatif bagi rakyat dalam pemilu selanjutnya untuk menjadi pemimpin harapan Indonesia…!
0 komentar:
Posting Komentar