Rabu, 17 Maret 2010

Perlunya Menjaga Fatsun Berdemonstrasi

Sidang Paripurna DPR pada Rabu (3/3) lalu yang membahas tentang kesimpulan akhir terkait kasus bailout Bank Century, mengundang aksi unjuk rasa dari kalangan mahasiswa dan elemen masyarakat lainnya di depan gedung MPR/DPR/DPD. Mereka menuntut agar masalah tersebut diselesaikan secara transparan dan tidak terjebak politik transaksional akibat lobi-lobi yang dilakukan fraksi di DPR.

Namun, aksi yang mulanya dilakukan untuk mengawal dan memberi dukungan moral pada wakil rakyat dalam sidang tersebut justru berkembang menjadi rusuh. Bentrok antara peserta aksi dengan petugas keamanan tidak terhindarkan. Akibatnya, jatuh korban luka dari kedua belah pihak karena kerusuhan yang terjadi.

Untuk menghindari makin memburuknya situasi, peserta aksi yang sebagian besar berstatus mahasiswa akhirnya dipukul mundur oleh aparat dengan menyemprotkan water canon dan menembakkan gas air mata. Mahasiswa yang tidak terima kemudian mulai melakukan perusakan terhadap pagar gerbang kompleks gedung DPR dan melempari aparat dengan batu.

Selain di Jakarta, aksi di Makassar juga berlangsung rusuh. Terjadi aksi saling serang antara mahasiswa dengan polisi terhadap ‘markas’ masing-masing. Untuk kesekian kalinya demonstrasi mahasiswa berakhir anarkis dengan kerusuhan massal.

Sebagai negara yang menganut paham demokrasi, konstitusi memang membolehkan demonstrasi dan aksi massa untuk menyalurkan aspirasi. Apalagi saat ini kinerja parlemen dinilai tidak efektif karena kekuasaan partai politik menjadi sangat dominan terhadap anggota parlemen, sehingga koreksi dan kontrol yang efektif dari masyarakat tetap diperlukan, yang terwujud dalam bentuk demonstrasi.

Tapi cara yang ditempuh dalam menyalurkan keinginan tersebut tentunya harus tetap memperhatikan etika, perilaku santun, tertib, bijak, dan bertanggung jawab. Karena bagaimanapun juga segala sesuatunya memiliki aturannya sendiri, termasuk dalam hal demonstrasi dan wajib ditaati oleh semua pihak. Dampak buruk akibat aksi mereka pun sebisa mungkin harus dapat diminimalisir.

Hal inilah yang terkadang agak terlupa oleh para mahasiswa yang berdemonstrasi. Mereka seringkali membuat jalanan macet dan memblokir jalan bahkan merusak fasilitas umum yang ada atau bentrok dengan aparat yang berjaga.

Akhirnya, aksi yang niat awalnya ingin membela kepentingan masyarakat malah berbalik menjadi aksi pengganggu aktivitas masyarakat dan kemudian muncullah antipati dari masyarakat terhadap mahasiswa yang berdemo, karena dianggap hanya mengganggu aktivitas mereka sehari-hari dan merugikan para pengguna jalan.

Karenanya, mahasiswa harus senantiasa menjaga niat baik dan sikapnya dalam setiap aksi yang mereka lakukan dengan tetap memperhatikan etika (fatsun) selama berdemonstrasi. Harus diingat pula bahwa aksi yang mereka lakukan adalah untuk kepentingan masyarakat, sehingga cara yang ditempuh pun harus dengan cara yang tepat agar masyarakat benar-benar merasa terwakili aspirasinya. Bukankah untuk mencapai sesuatu yang baik harus dilakukan dengan cara yang baik pula?

0 komentar:

Posting Komentar