London - Anak-anak yang memiliki ibu yang bekerja ternyata lebih sedikit mengonsumsi makanan sehat ketimbang anak yang ibunya tinggal di rumah. Sebuah studi di Inggris menemukan fakta tersebut.
Penelitian yang dilakukan The UK Millennium Cohort Study ini melihat kebiasaan makan dan aktivitas fisik lebih dari 12.500 anak-anak yang berusia 9 bulan hingga 5 tahun.
Terlepas dari asal etnis, tingkat pendidikan dan pekerjaan ibu, peneliti menemukan anak-anak yang ibunya bekerja paruh waktu atau penuh lebih sedikit mengonsumsi buah-buahan atau sayuran ketika makan atau ngemil.
Anak-anak yang ibunya bekerja lebih banyak duduk di depan televisi dan komputer lebih dari 2 jam sehari. Sementara anak-anak yang ibunya tidak bekerja berada di depan TV dan komputer kurang dari 2 jam.
Anak-anak yang ibunya bekerja lebih sering minum minuman manis seperti soda di antara waktu makannya, menyukai camilan keripik dan lebih senang diantar sekolah dengan mobil ketimbang berjalan kaki atau bersepeda.
"Waktu menjadi kendala bagi ibu yang bekerja untuk memberikan anak-anaknya makanan sehat dan mengawal anak melakukan aktivitas fisik," jelas penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of Epidemiology and Community Health seperti dilansir dari Chinadaily, Sabtu (3/10/2009).
Penelitian juga menunjukkan kebiasaan anak-anak secara keseluruhan adalah 37 persen anak-anak suka makan keripik atau permen, 41 persen gemar minuman manis di waktu makan, 61 persen menghabiskan minimal 2 jam setiap hari duduk di depan TV dan komputer.
Tapi peneliti menegaskan hasil kajian ini bukan berarti ibu tidak boleh bekerja tetapi mengingatkan perlunya tindakan dari orangtua dan anak untuk mendukung hidup yang lebih sehat.
Sumber: Ibu Bekerja, Pola Hidup Anak Cenderung Tidak Sehat
sebuah kawasan DPR [Daerah Pinggir Rel] tempatku lahir, tumbuh, dan mengekspresikan diri...
Sabtu, 24 Oktober 2009
Ibu Bekerja, Pola Hidup Anak Cenderung Tidak Sehat
Label:
anak,
kesehatan,
pola hidup,
serba-serbi
Mencerdaskan Anak, Ayah Pun Bisa Ikut Berperan
PERAN pendidikan bagi anak, tak melulu menjadi tanggung jawab sang ibu. Ayah pun sebaiknya terlibat aktif dalam pendidikan si kecil. Selami kemampuan anak sebelum mulai mendidik si buah hati.
Dalam masa pertumbuhan, orangtua mengambil peran yang sangat penting dalam mendidik anak. Nah, sebenarnya peran pendidikan ini tanggung jawab siapa? Tak harus ibu, ayah pun harus ikut berperan mendidik dan mencerdaskan buah hatinya.
"Anandi kalau belajar maunya sama saya, padahal kan ngajarin anak belajar itu tugas ayahnya, saya mah gak bisa, gak sabaran," ucap Ela Hartani, seorang ibu rumah tangga yang sedang menceritakan pola pengasuhan anak kepada temannya saat arisan, beberapa waktu lalu.
Psikolog anak Roslina Verauli MPsi menyebutkan, peran orangtua dalam pengasuhan anak kerap mengalami perubahan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan anak.
"Itu sebabnya, orangtua diharapkan mampu memahami tugas-tugas perkembangan anak untuk setiap tahap tumbuh kembangnya," tuturnya saat acara yang diadakan Frisian Flag dengan tema "Smart Parents Confrence" di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Untuk menciptakan anak yang cerdas, orangtua harus terlebih dahulu memahami apa yang dimaksud dengan kecerdasan dan kemudian memahami perkembangan kognitif pada anak. Dengan demikian, orangtua khususnya ayah juga diharapkan menjadi fasilitator perkembangan anaknya.
Mengacu pada pakar psikologi perkembangan terkenal asal Swiss, Jean Piaget, Roslina menjelaskan, anak perlu melakukan aksi tertentu atas lingkungannya untuk dapat mengembangkan cara pandang yang kompleks dan cerdas atas setiap pengalamannya.
Dan sudah menjadi tugas orangtua untuk memberi anak pengalaman yang dibutuhkan anak agar mereka berkembang kecerdasannya. Setiap orangtua memiliki peranan yang besar bagi anak. Selama ini yang diketahui orangtua pada umumnya adalah peran mereka sebatas membesarkan dan melindungi anak agar kelak menjadi individu yang mandiri dan kompeten. Namun, seperti apa proses membesarkan anak, kerap menjadi tanda tanya.
"Yang dipikirkan orangtua adalah bagaimana mereka membesarkan anak dan menjadikannya sebagai individu yang mandiri dan berkualitas," ucap psikolog yang akrab disapa Vera ini.
Hal tersebut dapat dimaklumkan karena setiap orangtua membawa sejumlah kualitas pribadi dan berbagai kebutuhan yang kompleks dalam peranannya sebagai orangtua.
Sama halnya seperti anak, orangtua juga memiliki jenis kelamin dan temperamen yang berbeda sehingga turut memberikan cara-cara yang berbeda dalam pengasuhan.
"Bahkan lebih jauh, orangtua membawa serta pengalaman masa lalunya terdahulu saat diasuh orangtuanya semasa ia kecil, dan sejumlah nilai budaya yang membentuk apa yang mereka lakukan saat ini," papar Vera.
Selain itu, orangtua juga memiliki pola-pola kehidupan sosial, seperti hubungan bersama pasangan, keluarga besar, dan dunia kerja. Pola kehidupan sosial itulah yang secara otomatis dibawa dalam pengasuhan anak.
"Ini bukan hanya tugas ibu, tetapi kedua orangtua dalam membesarkan anak," tandasnya.
Mengingat peran jenis kelamin turut memengaruhi pola pengasuhan, dikatakan Vera, banyak sekali pertanyaan yang terlontar, apakah ayah dan ibu memiliki peran-peran yang berbeda dalam pengasuhan?
"Secara umum, ayah dan ibu memiliki peran yang sama dalam pengasuhan anak-anaknya. Namun, ada sedikit perbedaan sentuhan dari apa yang ditampilkan ayah dan ibu," ujar psikolog yang berpraktik di Empati Development Center.
Dalam menjadikan anak yang cerdas, harus diketahui terlebih dahulu apa itu kecerdasan. Vera menjelaskan, kecerdasan tak sebatas kecerdasan di sekolah yang terukur dari kemampuan anak dalam belajar membaca, berhitung, atau menggambar.
"Namun, lebih dari itu. Kecerdasan adalah kemampuan berpikir pada tingkatan yang lebih tinggi, yang mencakup pembentukan konsep, pemecahan masalah, kreativitas, memori, persepsi, dan masih banyak lagi," paparnya.
Ada sejumlah kemampuan kognitif atau kemampuan berpikir yang menggambarkan kecerdasan. Antara lain kemampuan untuk mengelompokkan pola, kemampuan memodifikasi perilaku agar lebih adaptif,kemampuan melakukan penalaran deduktif, kemampuan melakukan penalaran induktif, kemampuan mengembangkan konsep, dan kemampuan untuk memahami atau melihat keterkaitan pada sejumlah informasi.
Salah satu kemampuan yang sangat dikenal adalah kemampuan melakukan penalaran berpikir secaramatematis, seperti yang dimiliki Albert Einstein. Kecerdasan pada area ini dipercaya dapat mewakili kecerdasan pada area yang lain. Mengembangkan kecerdasan dalam melakukan kemampuan berpikir logis akan meningkatkan kecerdasan anak secara umum.
Meskipun sesungguhnya orangtua dapat mengembangkan berbagai kemampuan logika berpikir yang lain pada anak. Misalnya, logika berpikir dalam menganalisis masalah dalam sebuah cerita, dalam sebuah gambar atau balok,dalam sebuah gerakan tari atau senam, dalam sebuah irama lagu, dan masih banyak lagi.
"Kecerdasan merupakan kemampuan berpikir yang lebih advance. Untuk dapat meningkatkan kecerdasan anak, ayah pun perlu turut belajar memahami tahap perkembangan kemampuan berpikir pada setiap tahap usia anak," sebut psikolog yang berpraktik di Rumah Sakit Cengkareng, Jakarta Barat.
Selami kemampuan, apa yang sedang berkembang pada anaknya di usia tertentu. Dengan begitu, ayah dapat menentukan permainan dan kegiatan seperti apa yang dapat merangsang perkembangan kemampuan berpikir anak agar kecerdasannya tumbuh optimal.
Sumber: Mencerdaskan Anak, Ayah Pun Bisa Ikut Berperan
Dalam masa pertumbuhan, orangtua mengambil peran yang sangat penting dalam mendidik anak. Nah, sebenarnya peran pendidikan ini tanggung jawab siapa? Tak harus ibu, ayah pun harus ikut berperan mendidik dan mencerdaskan buah hatinya.
"Anandi kalau belajar maunya sama saya, padahal kan ngajarin anak belajar itu tugas ayahnya, saya mah gak bisa, gak sabaran," ucap Ela Hartani, seorang ibu rumah tangga yang sedang menceritakan pola pengasuhan anak kepada temannya saat arisan, beberapa waktu lalu.
Psikolog anak Roslina Verauli MPsi menyebutkan, peran orangtua dalam pengasuhan anak kerap mengalami perubahan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan anak.
"Itu sebabnya, orangtua diharapkan mampu memahami tugas-tugas perkembangan anak untuk setiap tahap tumbuh kembangnya," tuturnya saat acara yang diadakan Frisian Flag dengan tema "Smart Parents Confrence" di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Untuk menciptakan anak yang cerdas, orangtua harus terlebih dahulu memahami apa yang dimaksud dengan kecerdasan dan kemudian memahami perkembangan kognitif pada anak. Dengan demikian, orangtua khususnya ayah juga diharapkan menjadi fasilitator perkembangan anaknya.
Mengacu pada pakar psikologi perkembangan terkenal asal Swiss, Jean Piaget, Roslina menjelaskan, anak perlu melakukan aksi tertentu atas lingkungannya untuk dapat mengembangkan cara pandang yang kompleks dan cerdas atas setiap pengalamannya.
Dan sudah menjadi tugas orangtua untuk memberi anak pengalaman yang dibutuhkan anak agar mereka berkembang kecerdasannya. Setiap orangtua memiliki peranan yang besar bagi anak. Selama ini yang diketahui orangtua pada umumnya adalah peran mereka sebatas membesarkan dan melindungi anak agar kelak menjadi individu yang mandiri dan kompeten. Namun, seperti apa proses membesarkan anak, kerap menjadi tanda tanya.
"Yang dipikirkan orangtua adalah bagaimana mereka membesarkan anak dan menjadikannya sebagai individu yang mandiri dan berkualitas," ucap psikolog yang akrab disapa Vera ini.
Hal tersebut dapat dimaklumkan karena setiap orangtua membawa sejumlah kualitas pribadi dan berbagai kebutuhan yang kompleks dalam peranannya sebagai orangtua.
Sama halnya seperti anak, orangtua juga memiliki jenis kelamin dan temperamen yang berbeda sehingga turut memberikan cara-cara yang berbeda dalam pengasuhan.
"Bahkan lebih jauh, orangtua membawa serta pengalaman masa lalunya terdahulu saat diasuh orangtuanya semasa ia kecil, dan sejumlah nilai budaya yang membentuk apa yang mereka lakukan saat ini," papar Vera.
Selain itu, orangtua juga memiliki pola-pola kehidupan sosial, seperti hubungan bersama pasangan, keluarga besar, dan dunia kerja. Pola kehidupan sosial itulah yang secara otomatis dibawa dalam pengasuhan anak.
"Ini bukan hanya tugas ibu, tetapi kedua orangtua dalam membesarkan anak," tandasnya.
Mengingat peran jenis kelamin turut memengaruhi pola pengasuhan, dikatakan Vera, banyak sekali pertanyaan yang terlontar, apakah ayah dan ibu memiliki peran-peran yang berbeda dalam pengasuhan?
"Secara umum, ayah dan ibu memiliki peran yang sama dalam pengasuhan anak-anaknya. Namun, ada sedikit perbedaan sentuhan dari apa yang ditampilkan ayah dan ibu," ujar psikolog yang berpraktik di Empati Development Center.
Dalam menjadikan anak yang cerdas, harus diketahui terlebih dahulu apa itu kecerdasan. Vera menjelaskan, kecerdasan tak sebatas kecerdasan di sekolah yang terukur dari kemampuan anak dalam belajar membaca, berhitung, atau menggambar.
"Namun, lebih dari itu. Kecerdasan adalah kemampuan berpikir pada tingkatan yang lebih tinggi, yang mencakup pembentukan konsep, pemecahan masalah, kreativitas, memori, persepsi, dan masih banyak lagi," paparnya.
Ada sejumlah kemampuan kognitif atau kemampuan berpikir yang menggambarkan kecerdasan. Antara lain kemampuan untuk mengelompokkan pola, kemampuan memodifikasi perilaku agar lebih adaptif,kemampuan melakukan penalaran deduktif, kemampuan melakukan penalaran induktif, kemampuan mengembangkan konsep, dan kemampuan untuk memahami atau melihat keterkaitan pada sejumlah informasi.
Salah satu kemampuan yang sangat dikenal adalah kemampuan melakukan penalaran berpikir secaramatematis, seperti yang dimiliki Albert Einstein. Kecerdasan pada area ini dipercaya dapat mewakili kecerdasan pada area yang lain. Mengembangkan kecerdasan dalam melakukan kemampuan berpikir logis akan meningkatkan kecerdasan anak secara umum.
Meskipun sesungguhnya orangtua dapat mengembangkan berbagai kemampuan logika berpikir yang lain pada anak. Misalnya, logika berpikir dalam menganalisis masalah dalam sebuah cerita, dalam sebuah gambar atau balok,dalam sebuah gerakan tari atau senam, dalam sebuah irama lagu, dan masih banyak lagi.
"Kecerdasan merupakan kemampuan berpikir yang lebih advance. Untuk dapat meningkatkan kecerdasan anak, ayah pun perlu turut belajar memahami tahap perkembangan kemampuan berpikir pada setiap tahap usia anak," sebut psikolog yang berpraktik di Rumah Sakit Cengkareng, Jakarta Barat.
Selami kemampuan, apa yang sedang berkembang pada anaknya di usia tertentu. Dengan begitu, ayah dapat menentukan permainan dan kegiatan seperti apa yang dapat merangsang perkembangan kemampuan berpikir anak agar kecerdasannya tumbuh optimal.
Sumber: Mencerdaskan Anak, Ayah Pun Bisa Ikut Berperan
Label:
pendidikan anak,
peran ayah,
serba-serbi
Gempa Indonesia Ada di Alquran Bikin Heboh
JAKARTA - Serangkaian tragedi gempa bumi terjadi di Indonesia. Berita ini kerap menjadi buah bibir terlebih setelah beredar kabar bahwa peristiwa gempa bumi di Tanah Air tertera di dalam kitab suci Alquran.
Sebagaimana diketahui sebelumnya, sejumlah pihak mengaitkan waktu terjadinya gempa bumi dengan ayat suci Alquran. Pendapat tersebut pun beredar di dalam pesan singkat ataupun pesan elektronik lainnya.
Misalnya saja gempa di Padang, di mana gempa terjadi pada pukul 17.16 WIB. Jika membuka Surat 17 (Al Israa') ayat 16, disitu bertuliskan, "Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya menaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya".
Selain itu, gempa susulan di Padang juga terjadi pada pukul 17.58 WIB. Jika dikaitkan dengan kitab suci Alquran, dalam surat 17 (Al Israa') ayat 58 pun dituliskan, "Tak ada suatu negeri pun (yang durhaka penduduknya), melainkan Kami membinasakannya sebelum hari kiamat atau Kami azab (penduduknya) dengan azab yang sangat keras. Yang demikian itu telah tertulis di dalam kitab (Lauh Mahfuz)".
Selain gempa bumi di Padang, peristiwa serupa di Jambi beberapa waktu lalu pun berusaha dikaitkan oleh sejumlah pihak dengan ayat di dalam Alquran.
Saat gempa bumi yang terjadi di Jambi pada 1 Oktober lalu, peristiwanya terjadi sekira pukul 08.52 WIB. Sedangkan di dalam Surat 8 (Al Anfaal) ayat 52 bertuliskan "(Keadaan mereka) serupa dengan keadaan Fir'aun dan pengikut-pengikutnya serta orang-orang sebelumnya. Mereka mengingkari ayat-ayat Allah, maka Allah menyiksa mereka disebabkan dosa-dosanya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Amat Keras siksaan-Nya".
Menyikapi hal ini, banyak kalangan yang percaya namun ada pula pihak yang enggan terlalu cepat menyimpulkan. Percaya atau tidak, semua kembali kepada diri masing-masing.
Sumber: Gempa Indonesia Ada di Alquran Bikin Heboh
Sebagaimana diketahui sebelumnya, sejumlah pihak mengaitkan waktu terjadinya gempa bumi dengan ayat suci Alquran. Pendapat tersebut pun beredar di dalam pesan singkat ataupun pesan elektronik lainnya.
Misalnya saja gempa di Padang, di mana gempa terjadi pada pukul 17.16 WIB. Jika membuka Surat 17 (Al Israa') ayat 16, disitu bertuliskan, "Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya menaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya".
Selain itu, gempa susulan di Padang juga terjadi pada pukul 17.58 WIB. Jika dikaitkan dengan kitab suci Alquran, dalam surat 17 (Al Israa') ayat 58 pun dituliskan, "Tak ada suatu negeri pun (yang durhaka penduduknya), melainkan Kami membinasakannya sebelum hari kiamat atau Kami azab (penduduknya) dengan azab yang sangat keras. Yang demikian itu telah tertulis di dalam kitab (Lauh Mahfuz)".
Selain gempa bumi di Padang, peristiwa serupa di Jambi beberapa waktu lalu pun berusaha dikaitkan oleh sejumlah pihak dengan ayat di dalam Alquran.
Saat gempa bumi yang terjadi di Jambi pada 1 Oktober lalu, peristiwanya terjadi sekira pukul 08.52 WIB. Sedangkan di dalam Surat 8 (Al Anfaal) ayat 52 bertuliskan "(Keadaan mereka) serupa dengan keadaan Fir'aun dan pengikut-pengikutnya serta orang-orang sebelumnya. Mereka mengingkari ayat-ayat Allah, maka Allah menyiksa mereka disebabkan dosa-dosanya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Amat Keras siksaan-Nya".
Menyikapi hal ini, banyak kalangan yang percaya namun ada pula pihak yang enggan terlalu cepat menyimpulkan. Percaya atau tidak, semua kembali kepada diri masing-masing.
Sumber: Gempa Indonesia Ada di Alquran Bikin Heboh
Anak Lebih Sehat Jika Ibunya Tak Bekerja
LONDON - Seorang anak yang memiliki ibu yang bekerja umumnya tidak lebih sehat dibanding anak-anak dengan ibu rumah tangga yang tidak bekerja.
Di Inggris, saat ini hampir dua dari tiga anak usia balita memiliki ibu yang bekerja dan jumlah ini kemungkinan besar akan terus meningkat. Namun yang mengkhawatirkan, hasil riset terbaru menyebutkan kondisi seperti ini bisa berpengaruh terhadap kesehatan si anak.
Telegraph, Selasa (29/9/2009) melansir, anak-anak dengan ibu yang bekerja akan kurang diberikan perhatian dan cenderung lebih sering menghabiskan waktu di sekolah atau tempat les, menonton televisi lebih dari dua jam sehari, dan tidak terkontrol dalam hal asupan makanan.
Mereka pun lebih sedikit mengkonsumsi buah dan sayuran sebagai salah satu sumber vitamin yang menyehatkan tubuh.
Survei yang dilakukan Institute of Child Health, London, terhadap sekira 12.000 balita di Inggris menemukan bahwa anak-anak dengan ibu yang bekerja penuh lebih sedikit makan buah dan sayuran. Namun kondisi ini tidak terjadi pada anak-anak yang ibunya bekerja paruh waktu.
"Hasil riset yang kami kemukakan bukan untuk menyarankan para ibu agar tidak bekerja," kata dokter anak, Profesor Catherine Law.
"Temuan ini lebih menekankan pentingnya kebutuhan akan kebijakan dan program untuk mendukung para orangtua dalam menciptakan lingkungan yang sehat bagi putra putri mereka," tambahnya.
Hasil survei menunjukkan, sekira 60 persen wanita yang memiliki anak usia balita di Inggris dan AS adalah seorang ibu yang bekerja.
"Ketidakluwesan jam kerja sangat mungkin membatasi kapasitas para orangtua dalam mendampingi putra putri mereka dalam aktivitas fisik dan menyediakan makanan sehat," terang Law.
Dari studi ini juga diketahui bahwa anak-anak yang berasal dari keluarga menengah ke bawah mengalami masalah yang sama.
Sumber: Anak Lebih Sehat Jika Ibunya Tak Bekerja
Di Inggris, saat ini hampir dua dari tiga anak usia balita memiliki ibu yang bekerja dan jumlah ini kemungkinan besar akan terus meningkat. Namun yang mengkhawatirkan, hasil riset terbaru menyebutkan kondisi seperti ini bisa berpengaruh terhadap kesehatan si anak.
Telegraph, Selasa (29/9/2009) melansir, anak-anak dengan ibu yang bekerja akan kurang diberikan perhatian dan cenderung lebih sering menghabiskan waktu di sekolah atau tempat les, menonton televisi lebih dari dua jam sehari, dan tidak terkontrol dalam hal asupan makanan.
Mereka pun lebih sedikit mengkonsumsi buah dan sayuran sebagai salah satu sumber vitamin yang menyehatkan tubuh.
Survei yang dilakukan Institute of Child Health, London, terhadap sekira 12.000 balita di Inggris menemukan bahwa anak-anak dengan ibu yang bekerja penuh lebih sedikit makan buah dan sayuran. Namun kondisi ini tidak terjadi pada anak-anak yang ibunya bekerja paruh waktu.
"Hasil riset yang kami kemukakan bukan untuk menyarankan para ibu agar tidak bekerja," kata dokter anak, Profesor Catherine Law.
"Temuan ini lebih menekankan pentingnya kebutuhan akan kebijakan dan program untuk mendukung para orangtua dalam menciptakan lingkungan yang sehat bagi putra putri mereka," tambahnya.
Hasil survei menunjukkan, sekira 60 persen wanita yang memiliki anak usia balita di Inggris dan AS adalah seorang ibu yang bekerja.
"Ketidakluwesan jam kerja sangat mungkin membatasi kapasitas para orangtua dalam mendampingi putra putri mereka dalam aktivitas fisik dan menyediakan makanan sehat," terang Law.
Dari studi ini juga diketahui bahwa anak-anak yang berasal dari keluarga menengah ke bawah mengalami masalah yang sama.
Sumber: Anak Lebih Sehat Jika Ibunya Tak Bekerja
Label:
balita,
ibu karir,
kesehatan,
serba-serbi
Ulah Malaysia dan Ketidakpedulian Kita
Lagi-lagi kita tersentak! Malaysia mengusik rasa kepemilikan kita atas berbagai khazanah budaya yang sudah kita warisi secara turun-temurun. Kali ini,tari pendet Bali yang menjadi pemicunya.
Malaysia diyakini telah mengutil tarian itu dalam iklan Visit Malaysia Year 2009. Meski sudah ada permintaan maaf dari production house yang membuat iklan Enigmatic Malaysia itu, kita, kawan-kawan di Bali khususnya, telanjur sakit hati. Tak urung Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik, yang notabene orang Bali, meradang dibuatnya. Budayawan Mohammad Sobari bahkan menyerukan diambilnya protes keras dan aksi diplomatik nyata oleh Pemerintah RI!
Benarkah Malaysia telah mengklaim tarian itu sebagai miliknya? Itu bukan hal yang ingin saya katakan. Biarlah kita tunggu pihak berwenang masing-masing mengklarifikasinya. Yang ingin saya ingatkan adalah bahwa salah satu akar masalah sesungguhnya ada pada diri kita sendiri sebagai bangsa yang tidak terlalu peduli dengan pemeliharaan aset kebudayaannya.
Angklung, reog ponorogo, batik, hombo batu, dan tari folaya adalah hanya beberapa ragam budaya yang sering disebut orang telah diklaim oleh Malaysia. Namun orang banyak yang lupa bahwa khazanah budaya dalam bentuk artefak kuno tulisan tangan atau yang dikenal sebagai naskah-naskah kuno (manuskrip), jauh lebih banyak yang telah berpindah tangan ke Malaysia.
Sebagai orang lapangan, saya tahu persis puluhan dan bahkan mungkin ratusan naskah kuno dari berbagai daerah seperti Aceh, Minangkabau, Riau, dan wilayah Melayu lainnya telah diborong oleh pembeli ilegal asal Malaysia. Saya katakan ilegal karena jual beli itu memang terjadi "di bawah tangan", tidak pernah terangterangan.
Maklum, menurut UU Cagar Budaya No 5 1992, naskah kuno termasuk benda yang harus dilindungi dan tidak boleh diperjualbelikan kecuali atas campur tangan negara. Namun, itu hanya teorinya. Mengapa Malaysia begitu kebelet dengan naskah-naskah kuno kita,khususnya yang berbahasa Melayu dan berkaitan dengan Islam, sampai berani membeli naskah-naskah kuno itu seharga ratusan juta rupiah?
Mungkin karena artefak semacam itu berkaitan dengan identitas kemelayuan dan keislaman. Nama-nama seperti Hamzah Fansuri, Bukhari al-Jawhari, Nuruddin al-Raniri, Syamsuddin al- Sumatra'i, Abdurrauf al-Sinkili, Syaikh Yusuf al-Makassari, Muhammad Arsyad al-Banjari, Abdussamad al-Palimbani,Raja Ali Haji adalah simbol-simbol kebesaran Melayu Islam masa lalu yang terekam dalam naskah-naskah kuno.
Semua nama itu berasal dari wilayah yang kini menjadi bagian dari Indonesia dan pernah menjadi poros utama peradaban Islam Melayu. Sekarang, tengoklah Perpustakaan Negara Malaysia (PNM) atau Muzeum Islam Malaysia atau berbagai koleksi pribadi, yang menyimpan puluhan ribu naskah Melayu Nusantara, niscaya nama-nama ulama kita itu akan mendominasi berbagai katalognya.
Bagi seorang filolog atau kodikolog, tidak susah juga mengidentifikasi dari mana asal naskahnaskah tersebut karena umumnya kolofon (catatan akhir) di belakang teks menyediakan informasi waktu dan tempat penyalinan serta identitas penyalinnya. Tentu saya tidak ingin mengatakan bahwa semua naskah itu diperoleh secara ilegal,tapi berbagai kasus di lapangan membuat saya miris.
Masyarakat kita sering "tidak kuat iman" melihat gepokan ratus juta rupiah untuk ditukar dengan naskah-naskah kuno miliknya. Namun, apa daya? Mereka dibiarkan oleh negara untuk merawat sendirian warisan nenek moyangnya itu, padahal perut mereka sering kelaparan. Giliran diusik, meradanglah kita ramairamai! Dalam hal ini, Malaysia jelas sangat ingin menjadi pusat bagi peradaban Melayu Islam di wilayah Asia Tenggara.
Tentu tidak salah! Masalahnya Malaysia memang tidak memiliki khazanah naskah Melayu sekaya kita, sama halnya dengan kenyataan bahwa Malaysia mungkin tidak memiliki tarian seindah tari pendet sehingga perlu "meminjamnya"dari Bali untuk promosi wisatanya. Celakanya, kita sebagai "pemilik sah" berbagai kebudayaan Melayu itu bermimpi pun mungkin tidak pernah untuk menjadi pusat peradaban Melayu!
Sebagai peneliti, saya dan kawan- kawan di kampus sering menggerutu saat sumber primer lokal yang sangat dibutuhkan tidak bisa dijumpai satu pun di negeri sendiri, kecuali di negeri orang. Kitab hadis Melayu pertama yang berjudul al-Fawa'id al-bahiyah fi al-ahadith al-nabawiyah karangan Nuruddin al-Raniri (wafat 1658) misalnya, sejauh ini tidak satu pun dijumpai di perpustakaanperpustakaan negeri ini.
Hanya ada satu di PNM Kuala Lumpur,tercatat dengan kode MS 1042! Padahal, kitab yang memuat 831 buah hadis sahih itu merupakan salah satu sumber primer pertama di bidang hadis dalam konteks sejarah Islam Melayu.Ah,siapa peduli?
Ketidakpedulian Kita
Mari coba bertanya, sejauh mana upaya yang sudah kita lakukan untuk melestarikan khazanah kebudayaan itu? Seperti yang budayawan Radhar Panca Dahana katakan, tidak banyak! Kita lebih sering merasa kebakaran jenggot saat orang lain dirasa mengusik "milik"kita. Kalau tidak, kita cuek-cuek saja.
"Hanya peduli pada olahraga dan program lainnya," katanya. Seiring perkembangan teknologi digital ini misalnya, salah satu tren pelestarian naskah-naskah kuno adalah melalui program digitalisasi. Sejak 2006, The British Library secara rutin mendanai sejumlah program digitalisasi naskah kuno koleksi masyarakat di Surabaya,Kerinci, Riau, Minangkabau, Aceh, Buton, dan Garut.
Begitu pula dengan Leipzig University. Sejak 2007 lalu, universitas di Jerman ini telah melakukan program restorasi dan digitalisasi naskah-naskah di Museum Aceh,Yayasan Ali Hasjmy, dan sejumlah koleksi masyarakat, bekerja sama dengan Pusat Kajian Pendidikan dan Masyarakat (PKPM).
Sudah ribuan naskah yang berhasil diselamatkan, setidaknya teks-teks digitalnya dan tentu saja sudah puluhan ribu halaman naskah yang ditambahkan pada koleksi perpustakaan asing semisal The British Library, tapi tidak selalu menjadi tambahan koleksi Perpustakaan Nasional karena institusi yang mewakili negara ini tidak terlibat, bahkan tahu ada program-program itu pun sering kali tidak!
Masih untung ada Puslitbang Lektur Keagamaan, Departemen Agama, yang kini banyak mengagendakan kegiatannya di bidang pelestarian naskah-naskah Nusantara, khususnya yang bernuansa keagamaan. Mestinya bukan Departemen Agama.
Setidaknya Departemen Budaya dan Pariwisata atau Perpustakaan Nasional menjadi lembaga negara terdepan menaungi kita semua. Jadi, layakkah kita merasa memiliki jika kita belum berpikir maksimal untuk menjaganya?(*)
Oman Fathurahman
Ketua Umum Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa)
Sumber: Ulah Malaysia dan Ketidakpedulian Kita
Malaysia diyakini telah mengutil tarian itu dalam iklan Visit Malaysia Year 2009. Meski sudah ada permintaan maaf dari production house yang membuat iklan Enigmatic Malaysia itu, kita, kawan-kawan di Bali khususnya, telanjur sakit hati. Tak urung Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik, yang notabene orang Bali, meradang dibuatnya. Budayawan Mohammad Sobari bahkan menyerukan diambilnya protes keras dan aksi diplomatik nyata oleh Pemerintah RI!
Benarkah Malaysia telah mengklaim tarian itu sebagai miliknya? Itu bukan hal yang ingin saya katakan. Biarlah kita tunggu pihak berwenang masing-masing mengklarifikasinya. Yang ingin saya ingatkan adalah bahwa salah satu akar masalah sesungguhnya ada pada diri kita sendiri sebagai bangsa yang tidak terlalu peduli dengan pemeliharaan aset kebudayaannya.
Angklung, reog ponorogo, batik, hombo batu, dan tari folaya adalah hanya beberapa ragam budaya yang sering disebut orang telah diklaim oleh Malaysia. Namun orang banyak yang lupa bahwa khazanah budaya dalam bentuk artefak kuno tulisan tangan atau yang dikenal sebagai naskah-naskah kuno (manuskrip), jauh lebih banyak yang telah berpindah tangan ke Malaysia.
Sebagai orang lapangan, saya tahu persis puluhan dan bahkan mungkin ratusan naskah kuno dari berbagai daerah seperti Aceh, Minangkabau, Riau, dan wilayah Melayu lainnya telah diborong oleh pembeli ilegal asal Malaysia. Saya katakan ilegal karena jual beli itu memang terjadi "di bawah tangan", tidak pernah terangterangan.
Maklum, menurut UU Cagar Budaya No 5 1992, naskah kuno termasuk benda yang harus dilindungi dan tidak boleh diperjualbelikan kecuali atas campur tangan negara. Namun, itu hanya teorinya. Mengapa Malaysia begitu kebelet dengan naskah-naskah kuno kita,khususnya yang berbahasa Melayu dan berkaitan dengan Islam, sampai berani membeli naskah-naskah kuno itu seharga ratusan juta rupiah?
Mungkin karena artefak semacam itu berkaitan dengan identitas kemelayuan dan keislaman. Nama-nama seperti Hamzah Fansuri, Bukhari al-Jawhari, Nuruddin al-Raniri, Syamsuddin al- Sumatra'i, Abdurrauf al-Sinkili, Syaikh Yusuf al-Makassari, Muhammad Arsyad al-Banjari, Abdussamad al-Palimbani,Raja Ali Haji adalah simbol-simbol kebesaran Melayu Islam masa lalu yang terekam dalam naskah-naskah kuno.
Semua nama itu berasal dari wilayah yang kini menjadi bagian dari Indonesia dan pernah menjadi poros utama peradaban Islam Melayu. Sekarang, tengoklah Perpustakaan Negara Malaysia (PNM) atau Muzeum Islam Malaysia atau berbagai koleksi pribadi, yang menyimpan puluhan ribu naskah Melayu Nusantara, niscaya nama-nama ulama kita itu akan mendominasi berbagai katalognya.
Bagi seorang filolog atau kodikolog, tidak susah juga mengidentifikasi dari mana asal naskahnaskah tersebut karena umumnya kolofon (catatan akhir) di belakang teks menyediakan informasi waktu dan tempat penyalinan serta identitas penyalinnya. Tentu saya tidak ingin mengatakan bahwa semua naskah itu diperoleh secara ilegal,tapi berbagai kasus di lapangan membuat saya miris.
Masyarakat kita sering "tidak kuat iman" melihat gepokan ratus juta rupiah untuk ditukar dengan naskah-naskah kuno miliknya. Namun, apa daya? Mereka dibiarkan oleh negara untuk merawat sendirian warisan nenek moyangnya itu, padahal perut mereka sering kelaparan. Giliran diusik, meradanglah kita ramairamai! Dalam hal ini, Malaysia jelas sangat ingin menjadi pusat bagi peradaban Melayu Islam di wilayah Asia Tenggara.
Tentu tidak salah! Masalahnya Malaysia memang tidak memiliki khazanah naskah Melayu sekaya kita, sama halnya dengan kenyataan bahwa Malaysia mungkin tidak memiliki tarian seindah tari pendet sehingga perlu "meminjamnya"dari Bali untuk promosi wisatanya. Celakanya, kita sebagai "pemilik sah" berbagai kebudayaan Melayu itu bermimpi pun mungkin tidak pernah untuk menjadi pusat peradaban Melayu!
Sebagai peneliti, saya dan kawan- kawan di kampus sering menggerutu saat sumber primer lokal yang sangat dibutuhkan tidak bisa dijumpai satu pun di negeri sendiri, kecuali di negeri orang. Kitab hadis Melayu pertama yang berjudul al-Fawa'id al-bahiyah fi al-ahadith al-nabawiyah karangan Nuruddin al-Raniri (wafat 1658) misalnya, sejauh ini tidak satu pun dijumpai di perpustakaanperpustakaan negeri ini.
Hanya ada satu di PNM Kuala Lumpur,tercatat dengan kode MS 1042! Padahal, kitab yang memuat 831 buah hadis sahih itu merupakan salah satu sumber primer pertama di bidang hadis dalam konteks sejarah Islam Melayu.Ah,siapa peduli?
Ketidakpedulian Kita
Mari coba bertanya, sejauh mana upaya yang sudah kita lakukan untuk melestarikan khazanah kebudayaan itu? Seperti yang budayawan Radhar Panca Dahana katakan, tidak banyak! Kita lebih sering merasa kebakaran jenggot saat orang lain dirasa mengusik "milik"kita. Kalau tidak, kita cuek-cuek saja.
"Hanya peduli pada olahraga dan program lainnya," katanya. Seiring perkembangan teknologi digital ini misalnya, salah satu tren pelestarian naskah-naskah kuno adalah melalui program digitalisasi. Sejak 2006, The British Library secara rutin mendanai sejumlah program digitalisasi naskah kuno koleksi masyarakat di Surabaya,Kerinci, Riau, Minangkabau, Aceh, Buton, dan Garut.
Begitu pula dengan Leipzig University. Sejak 2007 lalu, universitas di Jerman ini telah melakukan program restorasi dan digitalisasi naskah-naskah di Museum Aceh,Yayasan Ali Hasjmy, dan sejumlah koleksi masyarakat, bekerja sama dengan Pusat Kajian Pendidikan dan Masyarakat (PKPM).
Sudah ribuan naskah yang berhasil diselamatkan, setidaknya teks-teks digitalnya dan tentu saja sudah puluhan ribu halaman naskah yang ditambahkan pada koleksi perpustakaan asing semisal The British Library, tapi tidak selalu menjadi tambahan koleksi Perpustakaan Nasional karena institusi yang mewakili negara ini tidak terlibat, bahkan tahu ada program-program itu pun sering kali tidak!
Masih untung ada Puslitbang Lektur Keagamaan, Departemen Agama, yang kini banyak mengagendakan kegiatannya di bidang pelestarian naskah-naskah Nusantara, khususnya yang bernuansa keagamaan. Mestinya bukan Departemen Agama.
Setidaknya Departemen Budaya dan Pariwisata atau Perpustakaan Nasional menjadi lembaga negara terdepan menaungi kita semua. Jadi, layakkah kita merasa memiliki jika kita belum berpikir maksimal untuk menjaganya?(*)
Oman Fathurahman
Ketua Umum Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa)
Sumber: Ulah Malaysia dan Ketidakpedulian Kita
Label:
angklung,
batik,
budaya Indonesia,
klaim Malaysia
Hentikan Tawa Para Koruptor
Kemelut yang terjadi di tubuh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tampak semakin melebar saja. Perseteruan dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) pun semakin meruncing. Terjadi aksi saling lapor dan tuduh antar kedua lembaga tersebut.
Asal mula konflik antara KPK dan Polri tersebut berawal dari testimoni yang dibuat oleh mantan Ketua KPK, Antasari Azhar pada 6 Juli 2009, yang menyebutkan ada penerimaan suap dan pemerasan oleh pimpinan KPK. Dan, berdasarkan laporan tersebut, Polri kemudian menetapkan dua pimpinan KPK sebagai tersangka kasus penyalahgunaan wewenang sehubungan dengan keluarnya surat cekal terhadap bos PT Masaro Radiokom, Anggoro Widjojo, terkait dugaan korupsi pengadaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Departemen Kehutanan, serta pencabutan cekal terhadap tersangka kasus Bank Bali, Djoko Tjandra.
Kabar terakhir adalah dua orang Wakil Ketua KPK (nonaktif) tersebut, Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah, melalui tim kuasa hukumnya melaporkan Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Kabareskrim) Mabes Polri, Komisaris Jenderal (Pol) Susno Duadji ke Inspektorat Pengawasan Umum (Irwasum) Mabes Polri. Pelaporan tersebut berkenaan dengan dugaan penyimpangan kewenangan dalam proses pengusutan perkara dugaan suap Rp 5,15 miliar kepada KPK. Selain itu, Susno juga ditengarai terlibat dalam skandal Bank Century yang diperkirakan merugikan negara Rp 6,7 triliun.
Keadaan tersebut menjadi semakin panas seiring dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) No. 4 Tahun 2009 Tentang Perubahan atas Undang-undang No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yang telah ditandatangani Presiden SBY.
Munculnya Perppu tersebut—yang memerintahkan untuk memilih tiga orang Pelaksana Tugas (Plt) sementara KPK berdasarkan rekomendasi Tim Lima—menimbulkan pro-kontra di masyarakat. Pihak yang kontra menganggap bahwa keluarnya Perppu bisa mengancam independensi KPK sebagai institusi pemberantas korupsi di Indonesia.
Seperti yang diungkapkan oleh Guru Besar FH UI yang juga mantan anggota tim seleksi pimpinan KPK, Hikmahanto Juwana dalam diskusi bertema “Selamatkan KPK-Lawan Korupsi!” di Jakarta pada Senin lalu. Ia menilai keluarnya Perppu bertentangan dengan Pasal 3 UU No. 30 Tahun 2002 yang berbunyi “KPK harus independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun.” Untuk itu, Hikmahanto berpendapat bahwa sebaiknya Perppu yang telah keluar dimatisurikan saja. Pendapat senada muncul dari Indonesia Corruption Watch (ICW) yang menilai langkah yang diambil Polri dapat melemahkan KPK karena mencuatnya isu ini bersamaan dengan pernyataan KPK untuk menelusuri dugaan keterlibatan Kabareskrim Mabes Polri dalam kasus Bank Century (okezone, 29/9). Selain itu, kemelut yang terjadi dikhawatirkan ditunggangi oleh para koruptor yang gerah dengan kiprah KPK selama ini.
Sedangkan pihak yang pro menyatakan bahwa keluarnya Perppu merupakan langkah yang tepat untuk menyelamatkan KPK dari keruntuhan, dikarenakan tiga orang pimpinannya saat ini sedang tersandung masalah hukum. Hal tersebut dianggap dapat menghambat kinerja KPK dalam memberantas korupsi yang sudah menggerogoti kehidupan bangsa ini, sehingga memang diperlukan tambahan personil untuk membantu tugas dua pimpinan KPK yang tersisa.
Masyarakat sendiri semakin dibuat bingung menyaksikan konflik tersebut. Semoga dalam waktu dekat kita dapat melihat kembali kiprah KPK yang gemilang dalam memberangus tindakan korupsi di negeri tercinta ini. Bukannya sibuk dengan perseteruan yang tidak akan menghasilkan prestasi yang membuat masyarakat bangga dan lega memiliki lembaga penegak hukum tersebut. Sebab kondisi seperti ini dapat membuat para koruptor bersuka cita dikarenakan institusi yang selama ini tampil garang sedang mengalami kemandekan. Dan, tawa para koruptor yang bernafas lega dengan adanya konflik ini harus segera diakhiri!
Asal mula konflik antara KPK dan Polri tersebut berawal dari testimoni yang dibuat oleh mantan Ketua KPK, Antasari Azhar pada 6 Juli 2009, yang menyebutkan ada penerimaan suap dan pemerasan oleh pimpinan KPK. Dan, berdasarkan laporan tersebut, Polri kemudian menetapkan dua pimpinan KPK sebagai tersangka kasus penyalahgunaan wewenang sehubungan dengan keluarnya surat cekal terhadap bos PT Masaro Radiokom, Anggoro Widjojo, terkait dugaan korupsi pengadaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Departemen Kehutanan, serta pencabutan cekal terhadap tersangka kasus Bank Bali, Djoko Tjandra.
Kabar terakhir adalah dua orang Wakil Ketua KPK (nonaktif) tersebut, Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah, melalui tim kuasa hukumnya melaporkan Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Kabareskrim) Mabes Polri, Komisaris Jenderal (Pol) Susno Duadji ke Inspektorat Pengawasan Umum (Irwasum) Mabes Polri. Pelaporan tersebut berkenaan dengan dugaan penyimpangan kewenangan dalam proses pengusutan perkara dugaan suap Rp 5,15 miliar kepada KPK. Selain itu, Susno juga ditengarai terlibat dalam skandal Bank Century yang diperkirakan merugikan negara Rp 6,7 triliun.
Keadaan tersebut menjadi semakin panas seiring dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) No. 4 Tahun 2009 Tentang Perubahan atas Undang-undang No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yang telah ditandatangani Presiden SBY.
Munculnya Perppu tersebut—yang memerintahkan untuk memilih tiga orang Pelaksana Tugas (Plt) sementara KPK berdasarkan rekomendasi Tim Lima—menimbulkan pro-kontra di masyarakat. Pihak yang kontra menganggap bahwa keluarnya Perppu bisa mengancam independensi KPK sebagai institusi pemberantas korupsi di Indonesia.
Seperti yang diungkapkan oleh Guru Besar FH UI yang juga mantan anggota tim seleksi pimpinan KPK, Hikmahanto Juwana dalam diskusi bertema “Selamatkan KPK-Lawan Korupsi!” di Jakarta pada Senin lalu. Ia menilai keluarnya Perppu bertentangan dengan Pasal 3 UU No. 30 Tahun 2002 yang berbunyi “KPK harus independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun.” Untuk itu, Hikmahanto berpendapat bahwa sebaiknya Perppu yang telah keluar dimatisurikan saja. Pendapat senada muncul dari Indonesia Corruption Watch (ICW) yang menilai langkah yang diambil Polri dapat melemahkan KPK karena mencuatnya isu ini bersamaan dengan pernyataan KPK untuk menelusuri dugaan keterlibatan Kabareskrim Mabes Polri dalam kasus Bank Century (okezone, 29/9). Selain itu, kemelut yang terjadi dikhawatirkan ditunggangi oleh para koruptor yang gerah dengan kiprah KPK selama ini.
Sedangkan pihak yang pro menyatakan bahwa keluarnya Perppu merupakan langkah yang tepat untuk menyelamatkan KPK dari keruntuhan, dikarenakan tiga orang pimpinannya saat ini sedang tersandung masalah hukum. Hal tersebut dianggap dapat menghambat kinerja KPK dalam memberantas korupsi yang sudah menggerogoti kehidupan bangsa ini, sehingga memang diperlukan tambahan personil untuk membantu tugas dua pimpinan KPK yang tersisa.
Masyarakat sendiri semakin dibuat bingung menyaksikan konflik tersebut. Semoga dalam waktu dekat kita dapat melihat kembali kiprah KPK yang gemilang dalam memberangus tindakan korupsi di negeri tercinta ini. Bukannya sibuk dengan perseteruan yang tidak akan menghasilkan prestasi yang membuat masyarakat bangga dan lega memiliki lembaga penegak hukum tersebut. Sebab kondisi seperti ini dapat membuat para koruptor bersuka cita dikarenakan institusi yang selama ini tampil garang sedang mengalami kemandekan. Dan, tawa para koruptor yang bernafas lega dengan adanya konflik ini harus segera diakhiri!
Label:
koruptor,
KPK vs Polri,
suara mahasiswa
Selasa, 13 Oktober 2009
Indonesia Library and Publisher Expo 2009
PENGANTAR
Untuk yang pertama kalinya Perpustakaan Nasional dan Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) akan menyelenggarakan pameran akbar "INDONESIA LIBRARY AND PUBLISHER EXPO 2009" yang diikuti seluruh perpustakaan tingkat provinsi, kabupaten, kota, BUMN, Departemen, Universitas, Perbankan, Perpustakaan Perusahaan Swasta, serta Penerbit Buku.
Kami yakin pameran "INDONESIA LIBRARY AND PUBLISHER EXPO 2009" yang pertama ini akan mendapat apresiasi yang sangat tinggi dari seluruh penggeliat perpustakaan dan penerbit buku serta masyarakat umum.
Dengan dilaksanakannya pameran ini akan menjadi alat komunikasi yang efektif antara pustakawan, penerbit, toko buku, distributor dan masyarakat luas. Di sini juga, perpustakaan dari seluruh Indonesia akan memamerkan buku unggulan/koleksi setiap perpustakaan, dan penerbit akan memamerkan buku-buku terbarunya yang bisa menambah koleksi perpustakaan, serta yang terpenting dalam pameran ini agar masyarakat luas, penerbit dan penggeliat perpustakaan dapat saling berkomunikasi.
Dalam pameran ini, akan menampilkan beraneka ragam acara yang akan dikemas dalam bentuk ilmiah dan hiburan. Selain itu, pameran ini akan dijadikan sarana yang positif dan efektif untuk membangun serta memperkenalkan perpustakaan dan penerbit yang peduli akan kemajuan perpustakaan dan penerbitan, sehingga perpustakaan dan penerbit ikut serta untuk memajukan pendidikan dan kemajuan bangsa.
TUJUAN PAMERAN
Tempat : Gedung Istora Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta
Waktu : Tanggal 17 - 25 Oktober 2009
Pukul : 09.00 - 20.00 WIB
Sumber: Indonesia Library and Publisher Expo 2009
Untuk yang pertama kalinya Perpustakaan Nasional dan Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) akan menyelenggarakan pameran akbar "INDONESIA LIBRARY AND PUBLISHER EXPO 2009" yang diikuti seluruh perpustakaan tingkat provinsi, kabupaten, kota, BUMN, Departemen, Universitas, Perbankan, Perpustakaan Perusahaan Swasta, serta Penerbit Buku.
Kami yakin pameran "INDONESIA LIBRARY AND PUBLISHER EXPO 2009" yang pertama ini akan mendapat apresiasi yang sangat tinggi dari seluruh penggeliat perpustakaan dan penerbit buku serta masyarakat umum.
Dengan dilaksanakannya pameran ini akan menjadi alat komunikasi yang efektif antara pustakawan, penerbit, toko buku, distributor dan masyarakat luas. Di sini juga, perpustakaan dari seluruh Indonesia akan memamerkan buku unggulan/koleksi setiap perpustakaan, dan penerbit akan memamerkan buku-buku terbarunya yang bisa menambah koleksi perpustakaan, serta yang terpenting dalam pameran ini agar masyarakat luas, penerbit dan penggeliat perpustakaan dapat saling berkomunikasi.
Dalam pameran ini, akan menampilkan beraneka ragam acara yang akan dikemas dalam bentuk ilmiah dan hiburan. Selain itu, pameran ini akan dijadikan sarana yang positif dan efektif untuk membangun serta memperkenalkan perpustakaan dan penerbit yang peduli akan kemajuan perpustakaan dan penerbitan, sehingga perpustakaan dan penerbit ikut serta untuk memajukan pendidikan dan kemajuan bangsa.
TUJUAN PAMERAN
- Sarana tukar menukar informasi antara perpustakaan dan penerbit.
- Agar perpustakaan dan penerbit memiliki satu tujuan untuk meningkatkan budaya baca.
- Memperkenalkan koleksi unggulan Perpustakaan Daerah yang ditampilkan, melalui seni, budaya dan menampilkan muatan lokal daerah masing-masing.
- Membudayakan kunjung perpustakaan dan mempromosikan keberadaan perpustakaan serta mengoptimalkan fungsi perpustakaan.
- Merupakan sarana studi banding antar berbagai perpustakaan daerah.
Tempat : Gedung Istora Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta
Waktu : Tanggal 17 - 25 Oktober 2009
Pukul : 09.00 - 20.00 WIB
Sumber: Indonesia Library and Publisher Expo 2009
Langganan:
Postingan (Atom)