LONDON - Coklat selain dikenal karena rasanya yang lezat juga sering disebut-sebut memiliki khasiat bagi kesehatan tubuh dan dapat membantu seseorang menjadi rileks.
Hasil studi terbaru mengenai coklat yang diterbitkan melalui Journal of Neuroscience menyebutkan, mengonsumsi coklat dapat membantu mengurangi rasa sakit.
Para peneliti dari University of Chicago mengadakan uji coba pada seekor tikus dan mereka percaya, efek yang sama dapat terjadi pada manusia.
"Ini merupakan efek yang sangat kuat, namun ini bukan soal rasa lapar atau selera makan," kata profesor ahli neurobiology Peggy Mason seperti dikutip dari Telegraph, Rabu (14/10/2009).
"Ibaratnya, jika tersedia begitu banyak makanan lezat di depan mata, kemungkinan besar Anda tidak akan berhenti untuk melahapnya, apapun alasannya," katanya.
Dalam eksperimen yang dilakukan Mason dan timnya, mereka memberikan coklat chip pada tikus-tikus tersebut. Sementara itu, bagian bawah kandang mereka dilengkapi dengan sebuah bola lampu.
Dalam keadaaan normal, suhu panas dari cahaya bola lampu akan menyebabkan tikus menggerak-gerakkan cakarnya menahan rasa sakit akibat panas.
Namun saat hewan pengerat itu memakan coklat, respon mereka terhadap rasa sakit yang diakibatkan dari suhu panas terlihat berkurang.
Mereka nampak tenang dan tidak lagi gelisah menggerak-gerakkan cakar mereka seperti pada saat mereka belum diberi coklat. Mereka justru malah asyik menghabiskan coklat yang ada.
Mason kemudian menemukan bahwa memakan coklat rupanya menstimulasi sistem pada otak yang mengontrol respons alam bawah sadar, termasuk menolerir rasa sakit.
Sumber: Makan Coklat Bantu Ringankan Rasa Sakit
sebuah kawasan DPR [Daerah Pinggir Rel] tempatku lahir, tumbuh, dan mengekspresikan diri...
Kamis, 25 Maret 2010
Makan Coklat Bantu Ringankan Rasa Sakit
Label:
coklat,
manfaat coklat,
rasa sakit
Rabu, 17 Maret 2010
Perlunya Menjaga Fatsun Berdemonstrasi
Sidang Paripurna DPR pada Rabu (3/3) lalu yang membahas tentang kesimpulan akhir terkait kasus bailout Bank Century, mengundang aksi unjuk rasa dari kalangan mahasiswa dan elemen masyarakat lainnya di depan gedung MPR/DPR/DPD. Mereka menuntut agar masalah tersebut diselesaikan secara transparan dan tidak terjebak politik transaksional akibat lobi-lobi yang dilakukan fraksi di DPR.
Namun, aksi yang mulanya dilakukan untuk mengawal dan memberi dukungan moral pada wakil rakyat dalam sidang tersebut justru berkembang menjadi rusuh. Bentrok antara peserta aksi dengan petugas keamanan tidak terhindarkan. Akibatnya, jatuh korban luka dari kedua belah pihak karena kerusuhan yang terjadi.
Untuk menghindari makin memburuknya situasi, peserta aksi yang sebagian besar berstatus mahasiswa akhirnya dipukul mundur oleh aparat dengan menyemprotkan water canon dan menembakkan gas air mata. Mahasiswa yang tidak terima kemudian mulai melakukan perusakan terhadap pagar gerbang kompleks gedung DPR dan melempari aparat dengan batu.
Selain di Jakarta, aksi di Makassar juga berlangsung rusuh. Terjadi aksi saling serang antara mahasiswa dengan polisi terhadap ‘markas’ masing-masing. Untuk kesekian kalinya demonstrasi mahasiswa berakhir anarkis dengan kerusuhan massal.
Sebagai negara yang menganut paham demokrasi, konstitusi memang membolehkan demonstrasi dan aksi massa untuk menyalurkan aspirasi. Apalagi saat ini kinerja parlemen dinilai tidak efektif karena kekuasaan partai politik menjadi sangat dominan terhadap anggota parlemen, sehingga koreksi dan kontrol yang efektif dari masyarakat tetap diperlukan, yang terwujud dalam bentuk demonstrasi.
Tapi cara yang ditempuh dalam menyalurkan keinginan tersebut tentunya harus tetap memperhatikan etika, perilaku santun, tertib, bijak, dan bertanggung jawab. Karena bagaimanapun juga segala sesuatunya memiliki aturannya sendiri, termasuk dalam hal demonstrasi dan wajib ditaati oleh semua pihak. Dampak buruk akibat aksi mereka pun sebisa mungkin harus dapat diminimalisir.
Hal inilah yang terkadang agak terlupa oleh para mahasiswa yang berdemonstrasi. Mereka seringkali membuat jalanan macet dan memblokir jalan bahkan merusak fasilitas umum yang ada atau bentrok dengan aparat yang berjaga.
Akhirnya, aksi yang niat awalnya ingin membela kepentingan masyarakat malah berbalik menjadi aksi pengganggu aktivitas masyarakat dan kemudian muncullah antipati dari masyarakat terhadap mahasiswa yang berdemo, karena dianggap hanya mengganggu aktivitas mereka sehari-hari dan merugikan para pengguna jalan.
Karenanya, mahasiswa harus senantiasa menjaga niat baik dan sikapnya dalam setiap aksi yang mereka lakukan dengan tetap memperhatikan etika (fatsun) selama berdemonstrasi. Harus diingat pula bahwa aksi yang mereka lakukan adalah untuk kepentingan masyarakat, sehingga cara yang ditempuh pun harus dengan cara yang tepat agar masyarakat benar-benar merasa terwakili aspirasinya. Bukankah untuk mencapai sesuatu yang baik harus dilakukan dengan cara yang baik pula?
Namun, aksi yang mulanya dilakukan untuk mengawal dan memberi dukungan moral pada wakil rakyat dalam sidang tersebut justru berkembang menjadi rusuh. Bentrok antara peserta aksi dengan petugas keamanan tidak terhindarkan. Akibatnya, jatuh korban luka dari kedua belah pihak karena kerusuhan yang terjadi.
Untuk menghindari makin memburuknya situasi, peserta aksi yang sebagian besar berstatus mahasiswa akhirnya dipukul mundur oleh aparat dengan menyemprotkan water canon dan menembakkan gas air mata. Mahasiswa yang tidak terima kemudian mulai melakukan perusakan terhadap pagar gerbang kompleks gedung DPR dan melempari aparat dengan batu.
Selain di Jakarta, aksi di Makassar juga berlangsung rusuh. Terjadi aksi saling serang antara mahasiswa dengan polisi terhadap ‘markas’ masing-masing. Untuk kesekian kalinya demonstrasi mahasiswa berakhir anarkis dengan kerusuhan massal.
Sebagai negara yang menganut paham demokrasi, konstitusi memang membolehkan demonstrasi dan aksi massa untuk menyalurkan aspirasi. Apalagi saat ini kinerja parlemen dinilai tidak efektif karena kekuasaan partai politik menjadi sangat dominan terhadap anggota parlemen, sehingga koreksi dan kontrol yang efektif dari masyarakat tetap diperlukan, yang terwujud dalam bentuk demonstrasi.
Tapi cara yang ditempuh dalam menyalurkan keinginan tersebut tentunya harus tetap memperhatikan etika, perilaku santun, tertib, bijak, dan bertanggung jawab. Karena bagaimanapun juga segala sesuatunya memiliki aturannya sendiri, termasuk dalam hal demonstrasi dan wajib ditaati oleh semua pihak. Dampak buruk akibat aksi mereka pun sebisa mungkin harus dapat diminimalisir.
Hal inilah yang terkadang agak terlupa oleh para mahasiswa yang berdemonstrasi. Mereka seringkali membuat jalanan macet dan memblokir jalan bahkan merusak fasilitas umum yang ada atau bentrok dengan aparat yang berjaga.
Akhirnya, aksi yang niat awalnya ingin membela kepentingan masyarakat malah berbalik menjadi aksi pengganggu aktivitas masyarakat dan kemudian muncullah antipati dari masyarakat terhadap mahasiswa yang berdemo, karena dianggap hanya mengganggu aktivitas mereka sehari-hari dan merugikan para pengguna jalan.
Karenanya, mahasiswa harus senantiasa menjaga niat baik dan sikapnya dalam setiap aksi yang mereka lakukan dengan tetap memperhatikan etika (fatsun) selama berdemonstrasi. Harus diingat pula bahwa aksi yang mereka lakukan adalah untuk kepentingan masyarakat, sehingga cara yang ditempuh pun harus dengan cara yang tepat agar masyarakat benar-benar merasa terwakili aspirasinya. Bukankah untuk mencapai sesuatu yang baik harus dilakukan dengan cara yang baik pula?
Label:
demonstrasi,
etika,
fatsun,
rusuh,
suara mahasiswa
Langganan:
Postingan (Atom)